Manusia dan Kebudayaan (Wayang Kulit)



Kesenian yang berasal dari jawa dan berawal untuk menyebarkan agama islam. Berasal dari kata ‘Ma Hyang’ yang artinya menuju roh spiritual, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada pula yang mengartikan wayang sebagai istilah jawa yang bermakna bayangan karena teknik pertunjukkan yang mengandalkan bayangan pada layar.

Ada beberapa definisi dari wayang kulit salah satunya adalah menurut Moelyono dalam Soenarto “wayang adalah bayangan imajinasi dari para nenek moyang yang tercermin dari bentuk-bentuk wayang sebagaimana terciptanya wayang melalui tahap penyesuaian dengan kelakuan dan adat tingkah laku yang dibayangkan dalam angan-angan.
Buadaya wayang yang terus berkembang dari zaman ke zaman merupakan media penerangan, berdakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat.
Mengenai asal-usul wayang kulit di Indonesia ada dua pendapat :
1. Bahwa wayang kulit berasal dan pertama kali lahir di Jawa Timur. Pendapat ini dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia juga hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Alasannya karena seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia khususnya orang jawa.
2. wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. 
Sejak tahun 1950-an buku-buku pe-wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Wayang kulit diyakini sebagai awal dari berbagai jenis wayang yang ada kini. Dimainkan oleh narator yang disebut dalang. Dan tidak bisa diperankan oleh sembarang orang, selain harus lihai sang dalang juga harus mengetahui berbagai cerita epos pewayangan seperti Mahabrata dan Ramayana.

Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir yaitu layar yang terbuat dari kain putih dan disorot lampu listrik atau minyak sehingga timbul bayangan.


Ketika memainkan wayang, sang dalang diiringi musik yang bersumber dari alat musik gamelan, dan di sela gamelan dilantunkan syair-syair berbahasa Jawa yang dinyanyikan oleh para pesinden.
Wayang kulit merupakan kekayaan nusantara yang lahir dari budaya asli masyarakat Indonesia yang mencintai kesenian. Setiap bagian dalam pementasan wayang mengandung filosofi yang kuat.
Wayang kulit sudah ada sejak zaman :
Wayang kulit Purwa pada zaman Mataram
Wayang kulit Purwa pada Jaman Kerajaan Kertasura Hadiningrat
Wayang kulit Purwa pada jaman Kerajaan Surakarta Hadiningrat


Dalam cerita pewayangan di sajikan karakter-karakter yang beraneka ragam dengan pelbagai intrik kehidupan layaknya lakon pandawa dan kurawa dalam cerita Mahabrata. Pandawa sebagai karakter protagonis yang membela kebenaran dan berjaya sedangkan Kurawa sebagai karakter antagonis yang jahat dan pengacau hingga akhirnya kalah dalam kebinasaan. 
Prinsip dasar wayang adalah untuk mengajarkan kita percaya pada karma. Sebagaimana filsafat orang jawa “sapa nandur ngunduh wohe kang tinandur” yang artinya siapa yang menanam benih maka ia akan menuai hasil dari tanamannya.
Wayang juga mengajarkan cara untuk memandang dunia sebagai suatu penghayatan dalam masyarakat dan alam sebagai kesatuan yang tidak terpecah belah (Usman & Din, 2010)
Wayang adalah sesuatu yang adiluhung. Tetapi tidak semua orang tahu makna di setiap sunggingan, goresan cat, dan juga cerita yang dimantramkan oleh Ki Dalang. Sekarang ini generasi yang nantinya dapat diberikan tanggung jawab untuk melestarikan wayang telah sedikit karena dominasi hiburan elektronik semakin menggeser eksistensi wayang kulit sebagai media hiburan yang sarat edukasi dalam masyarakat.
Wayang perlu dipandang sebagai produk budaya yang universal bukan hanya milik golongan tertentu saja. Hal ini dapat ditunjukkan dengan pementasan wayang kulit dengan bahasa indonesia dengan bahasa pengantar cerita agar wayang dapat menjangkau semua orang yang non jawa untuk mengerti pesan edukatif yang ditampilkan dalam wayang.
Kesenian wayang kulit sebagai kebudayaan tradisional Indonesia sebaiknya mampu lebih fleksibel sesuai dengan perkembangan arus globalisasi. Wayang kulit adalah aset budaya bangsa yang mencerdaskan pengikutnya, akan tetapi untuk bertahan memerlukan kesadaran untuk berinovasi agar mampu berjalan selaras globalisasi sebagai proses yang wajar dalam kehidupan manusia
Karakter Pandawa Lima
Prabu Yudhistira
Raden Bima
Raden Arjuna
Raden Nakula
Raden Sadewa
Sumber : 
http://daftarwayangkulitlengkap.blogspot.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_kulit
https://ilmiyahhkarim.wordpress.com/tag/wayang/ 



Comments