Film ini bercerita tentang
seorang pemuda bernama Muluk (Reza Rahadian) yang sedang berusaha mencari
pekerjaan setelah lulus dengan gelar Sarjana Management. Namun usaha Muluk
untuk mencari pekerjaan tidaklah mudah, berulang kali ia mendatangi perusahaan
yang berujung tidak diterimanya dia atau perusahaan tersebut sudah hampir
gulung tikar. Di sisi lain, calon mertua Muluk yaitu Haji Sarbini (H. Jaja
Miharja) yang selalu berbeda pendapat dengan ayah Muluk, Haji Makbul (Dedi
Mizwar) tentang penting tidaknya peran pendidikan. Haji Sarbini menilai bahwa
pendidikan tidaklah penting, melihat bagaimana Muluk yang seorang Sarjana belum
juga mendapat pekerjaan sedangkan anaknya yang hanya lulusan Tsanawiyah bisa
merintis usahanya sendiri dan mampu pergi haji. Lain lagi dengan Haji Makbul
yang berpikir bahwa pendidikan adalah penting karena dapat mengubah nasib
sebuah bangsa menjadi lebih baik.
Muluk sempat berpikir untuk
membuat usaha ternak cacing ketika tanpa sengaja ia memergoki sekumpulan anak
kecil yang sedang mencopet, akhirnya ia pun ikut ke tempat berkumpul para
pencopet itu dan bertemu dengan bos mereka yaitu Jarot (Tio Pakusadewo). Disitu
Muluk mengutarakan niatnya untuk mengubah kehidupan pencopet agar menjadi lebih
baik. Para pencopet itu tetap bekerja sesuai kebiasaannya, dan 10 % dari hasil
mencopet itu disisihkan untuk ditabung dan dijadikan ladang bisnis agar
anak-anak tidak perlu mencopet lagi.
Dirasa
tidak cukup hanya mempersiapkan tabungan uang untuk anak-anak, Muluk pun
mengajak teman 1 kampungnya yang merupakan Sarjana Pendidikan yaitu Samsul,
yang juga masih menganggur dan menghabiskan waktunya untuk main kartu.
Diajaknya Samsul menemui anak-anak pencopet yang sebelumnya tidak pernah
mengenyam pendidikan, dan menjelaskan kepada mereka betapa pentingnya pendidikan,
karena pendidikan adalah ‘alat’ untuk melompat ke kehidupan yang lebih baik.
Kemudian
didatangilah Pipit (Tika Bravani) teman Muluk yang juga belum mempunyai
pekerjaan untuk mengajarkan nilai-nilai agama kepada anak-anak pencopet, karena
pendidikan juga harus diimbangi dengan iman. Sedikit demi sedikit usaha
merekapun membuahkan hasil, para pencopet yang semula mandi hanya ketika turun
hujan menjadi mau mandi, bisa membaca berhitung, hafal pancasila dan
undang-undang dasar, juga rajin sholat dan mengaji, tabungan dari 10%
pendapatan merekapun dibuatkan rekening oleh Muluk dan mencapai jumlah 21juta
rupiah, yang membuat mereka sadar bahwa hadirnya Muluk, Pipit, dan Samsul
membawa perubahan yang lebih baik untuk mereka.
Namun orang tua dari Pipit dan
Samsul yaitu Haji Rahmat (Slamet Rahardjo) dan Haji Makbul juga Haji Sabrani
datang melihat seperti apa pekerjaan ketiga orang itu akhirnya tahu bahwa
selama ini anak-anak mereka bekerja merawat copet dan digaji dari hasil copet
yang menurut mereka adalah uang haram. Hingga pada akhirnya tiba hari dimana
Muluk, Pipit dan Samsul harus melepaskan para pencopet dengan dibekali modal
berjualan asongan agar tidak perlu mencopet lagi.
Hampir semua anak-anak tidak mau
berdagang asongan, dan kembali mencopet. Hal ini membuat Bos Jarot marah dan
mengatakan kepada mereka bahwa tak ada masa depan yang lain untuk para pencopet
selain dipenjara, atau dipukuli sampai mati. Mereka pun diberi kebebasan untuk
memilih tetap mencopet atau berdagang asongan. Yang memulai untuk brerdagang
asongan pertama kali adalah Komet alias Bedul (Daniel Hamonangan) kemudian
diikuti oleh beberapa teman-temannya, sedangkan sisanya yang lain tetap
mencopet.
Ironisnya, ketika mereka telah
memutuskan untuk mencari nafkah dengan cara yang halal, datanglah petugas
trantib yang menangkap pengemis dan pedagang asongan. Muluk yang melihat
anak-anak pedagang asongan yang ditangkap oleh petugas akhirnya datang membela
dan rela bila ia yang ditangkap oleh petugas, karena menurutnya bukan salah
anak-anak itu yang mencari rezeki halal dengan cara berdagang asongan, tapi
salahkan para koruptor yang mencuri uang negara dan membuat yang miskin semakin
miskin.
Banyak
kritikan yang disampaikan oleh film ini, pertama adalah banyaknya pengangguran
di Indonesia (bisa dilihat semua peran utama di film ini pengangguran ; Muluk,
Samsul, Pipit) karena masih kurangnya lapangan pekerjaan yang layak. Kedua,
adanya korupsi karena pendidikan yang salah. Di film ini ketika Samsul
menjelaskan pentingnya pendidikan yang mampu membuat manusia menghasilkan
banyak uang, anak-anak pencopet langsung termotivasi untuk belajar karena
mereka berpikir dengan berpendidikan mereka bisa menjadi koruptor. Itu karena
pendidikan yang tinggi tidak diimbangi dengan nilai keagamaan, moral serta
pancasila. Ketiga, masih maraknya kehidupan sosial yang tak seimbang antara
yang miskin tetap miskin dan yang kaya akan terus kaya. Terbukti dengan
kesenjangan sosial, antara para pencopet dan para koruptor. Terakhir adalah
kutipan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang muncul di bagian akhir film “Fakir
miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara” namun pada
kenyataannya masih banyak fakir miskin dan anak terlantar yang hidup dijalanan dan
luput dari perhatian pemerintah.
Comments
Post a Comment