Malam ini
aku bersiap tidur, aku siapkan tempat tidur dan kupeluk sebuah bantal
kesayanganku. Bantal lembut yang menjadi tempat bersandar kepalaku dan
mengistirahatkan ragaku. Kemudian aku padamkan lampu kamar dan tinggalah aku
dengan kegelapan.
Hingga akhirnya
kuucap doa dan kupejamkan mataku. Tapi aku tetap melihat seberkas sinar, aku
tetap mendengar semilir suara, dan aku melihat sesosok bayangan. Di dalam
pejaman mataku, di dalam pikiranku
Aku tetap
melihatnya, aku tetap mengingat suaranya, dan aku tetap merindukannya. Di dalam
pejaman mataku sekalipun.
Aku
memandangnya, kucermati senyumnya, agar aku bisa menyimpan raut wajahnya di kepalaku
dan kuulang setiap kupejamkan mataku. Berharap bayangnya dapat mengiringi mimpi
indahku.
Mataku
menatap matanya, senyumku menularkan senyum tawa di bibirnya, dan aku bahagia
setiap melihatnya.
Aku
bersamanya, berjalan di sisinya, berbagi tawa dengannya. Kuingin sentuh
wajahnya tapi aku tahu aku tidak bisa.
Setiap
hari aku bertanya-tanya, adakah aku di hatinya, adakah aku mengisi
hari-harinya, adakah aku memberi warna di pikirannya. Aku bertanya dan selalu
bertanya, tapi hanya untuk diriku sendiri. Aku terlalu takut untuk bertanya
padanya.
Dan
akhirnya kuputuskan untuk mencari jawabannya, tentu tidak dengan bertanya padanya,
kuperhatikan sikapnya, senyumnya, kalimatnya. Adakah aku di hatinya?
Tapi
kemudian aku kecewa... sikapnya, senyumnya, kalimatnya berbeda. Selalu berubah.
Hingga pertanyaanku berubah, siapakah yang benar-benar mengisi hatinya?
Siapakah aku baginya?
Dalam
diam dan sedikit lengkungan senyum palsu, aku menunggunya. Ada saatnya ia
membuatku tertawa, membuatku merasa akulah yang berharga untuknya. Hingga
kemudian ia membuatku merasa aku bukanlah siapa-siapa untuknya. Dan membuatku
selalu berpikir, aku dianggap siapa olehnya?
Kami
selalu bercanda, hingga aku selalu bingung pada tiap kalimatnya. Seriuskah?
Atau bercandakah? Dan aku terlalu takut untuk mengatakan semuanya. Aku terlalu
menjaga gengsiku, egoku. Aku lebih memilih memendam perasaan ini padanya. Aku
lebih memilih kujalanin hari-hari dengan satu pertanyaan. Siapakah aku
untuknya?
Aku
selalu memikirkannya. Selalu. Sejak kutahu bahwa aku menyukainya, sejak hampir
setahun yang lalu. Bayangnya selalu menemani malamku, awal dari mimpi-mimpiku.
Senyumnya selalu teringat di pikiranku. Suaranya selalu mengisi ruang rindu di
hatiku.
Aku
selalu menyukainya. Sejak kutahu bahwa ia telah mengetuk pintu hatiku, mengukir
senyum di wajahku, menemani hari-hari bosanku. Sosoknya selalu menginspirasiku,
berharap kelak akan menjadi tempat bersandarku.
Bisakah
aku mendengar darinya, siapakah aku di hatinya? Bisakah aku bersamanya?
Mengukir kenangan manis bersama? Aku tidak meminta untuk selamanya, cukup
menjadi yang berharga untuknya, aku bahagia.
Aku
mencintainya.
Dan
cinta ini membuatku lupa, mencintai tanpa dicintai itu menyakitkan.
Comments
Post a Comment