Kota yang Menerapkan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang Terbuka Hijau (RTH) diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, jumlah RTH di setiap kota harus sebesar 30 persen dari luas kota tersebut. RTH di setiap kota memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi ekologis, sosial ekonomi dan evakuasi. Para pakar mengatakan, Fungsi ekologis RTH diantaranya dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan pengatur iklim mikro. Fungsi lainnya yaitu sosial-ekonomi untuk memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan keasrian kota. Optimalisasi ruang terbuka hijau perkotaan yang cukup berarti akan menyumbang cukup besar bagi upaya menekan dampak perubahan iklim dunia.
Isi uu no 26 thn 2007 pasal 17 :
(1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.
(3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.
(5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.
(6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.

Fungsi dan Manfaat
·         Pengendalian pencemaran tanah, air, dan udara
·         Sarana rekreasi dan interaksi social
·         Memperbaiki iklim mikro
·         Meningkatkan ketersediaan udara bersih
·         Sarana estetika kota dan area evakuasi

Kota yang telah menerapkan RTH (Ruang Terbuka Hijau)
Kota Banda Aceh yang menerapkan Green City
Kota-kota besar di Indonesia dapat berkontribusi dalam mengurangi dampak perubahan iklim dengan mengembangkan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Prinsip kota hijau berorientasi pada kebutuhan manusia, kepadatan penduduk yang tinggi dan mixed use. Perancangan bertujuan mengakomodasi kebutuhan ruang pejalan kaki, penyandang cacat hingga pengguna kendaraan roda dua. Pembuatan Masterplan Kota Hijau dan Rencana Detail Tata Ruang Kota yang mengadopsi prinsip-prinsip Kota Hijau. Pemko Banda Aceh telah melahirkan Qanun No.4 Th 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 yang turut mengatur tentang ruang terbuka hijau Kota Banda Aceh. Ruang Terbuka Hijau merupakan elemen penting Green City karena berguna untuk mengurangi polusi, menambah estetika, dan menciptakan iklim yang nyaman. Hal ini dapat direalisasikan dengan mekalukan perluasan taman, atau koridor hijau.
Sesuai dengan RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029, pemerintah Kota Banda Aceh menargetkan RTH publik sebesar 20,52%. Hingga tahun 2011 ini luas RTH (ruang terbuka hijau) yang dimiliki oleh Pemerintah Kota adalah sebesar ± 12,0%. Untuk mencapai target 20,52% tersebut, Pemerintah Kota terus berupaya mengimplemetasikan berbagai kebijakan dan program perluasan ruang terbuka hijau. Untuk RTH privat, kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh sudah menerapkan RTH seluas 30 – 40% dari setiap persil bangunan, dimana angka persentase luasan RTH ini sudah melebihi target yang ditetapkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu 10%. RTH yang dikembangkan di Banda Aceh meliputi sempadan sungai, sempadan pantai, sepanjang jaringan jalan, pemakaman, taman kota yang tersebar pada setiap kecamatan, dan hutan kota.
UU no 26 tahun 2007 yang mengatur penyediaan luas minimal RTH 30% karena untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota maupun system ekologis lain yang dapat memasok ketersediaan air bersih masyarakat serta menambah nilai keindahan kota,dan target sebesar 30%dapat dicapai dengan bertahap.

Berbedadengan fakta yang terjadi di lapangan, luas minimal RTH public sebesar 30% terasa sulit untuk dicapai karena dipengaruhi oleh keadaan pasar yang berakibat perubahan fungsi lahan sehingga keberadaan RTH semakin tidak terpikirkan. Penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang. UU Penataan Ruang yang memuat sanksi dapat digunakan sebagai payung hukum untuk memenuhi kebutuhan RTH, dan pengadaan RTH harus selalu diperhitungkan dalam perencanaan agar tercipta kota yang berwawasan lingkungan.

Comments